Kamis, 28 Mei 2009

Regionalisme Asia Tenggara dan Kontribusi ARF menanggulangi isu Non-Tradisional

PENDAHULUAN

Seperti yang kita ketahui bahwa ASEAN adalah sebuah bentuk kerjasama regional yang terletak di Asia tenggara, pada awalnya ASEAN ini di buat oleh 5 negara di Asia tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand Dan Vietnam. Awal mula di bentuknya ASEAN ini adalah untuk meningkatkan kerjasama diberbagai bidang khusunya kerjasama di bidang ekonomi.

Seiring berjalannya waktu ASEAN mulai kehilangan fungsinya sebagai bentuk kerjasama regional yang bertujuan meningkatkan perekonomian anggotanya, awalnya adalah ketika asia tenggara terkena krismon atau sering kita sebut dengan krisis moneter, disitulah awal kejatuhan dari ASEAN dmn wadah tersebut tidak dapat berbuat banyak terhadapa anggotanya dan anggota yang lain lebih memfokuskan untuk memperbaiki perekonomian negara masing dari pada bekerja sama untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Bukan saja ASEAN gagal meningkatkan perekonomian di kawasan tersebut ASEAN juga di nilai gagal dalam membantu menyelesaikan masalah di wilayah tersebut seperti konflik antar negara atau konflik di dalam negara, bukan saja conflik namun ASEAN juga gagal dalam mengatasi permasalahan lain seperti Terrorism dan Transnational Crime, adapun salah satu penyebab dimana ASEAN tidak dapat maju adalah tidak adanya landasan hukum yang jelas dalam ASEAN itu sendiri dan Prinsip Non Interfensi antar negara anggota.

Namun Pada Setelah banyaknya Permasalahan di Asia Tenggara Ahirnya ASEAN mulai kembali bangkit dengan cara menandatangani ASEAN Charter yang sudah di ratifikasi walaupun dengan di tandatanganin ASEAN Charter belum tentu merubah keadaan di daerah tersebut namun kejelasan hukum di wilayah terbut mulai jelas yang pada ahirnya setiap anggota harus menghormati aturan tersebut, adapun beberapa hal yang akan ditandatangani juga untuk meningkatkan kualitas dari pada ASEAN adalah Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, Deklarasi ASEAN tentang pembangun yang berkelanjutan (environmental sustainability ) dan deklarasi ASEAN tentang Kerangka kerja PBB.

Seiring dengan perkembangannya, ASEAN yang awal mulanya merupakan wadah untuk kerjasama dalam bidang sosial, ekonomi dan kebudayaan pada khususnya mulai meningkatkan dalam sektor-sektor lain seperti kerjasama dibidang politk, pertahanan, dan keamanan. Salah satu bentuknya adalah dengan diadakan konsultasi-konsultasi antar negara anggota, baik secara bilateral maupun secara tidak resmi antara negara anggota bersama-sama. Bahkan sebenarnya harus diingat bahwa keputusan bersama untuk mendirikan ASEAN ini sendiri telah merupakan suatu keputusan politik negara yang bersangkutan.

Begitu pula telah dilaksanakan kerjasama dalam bidang pertahanan dan keamanan, meskipun atas dasar bilateral, antar sesama negara anggota seperti antara Malaysia dan Indonesia dan Malaysia dan Thailang, dalam masalah keamanan perbatasan. Begitu juga kerjasama yang mengambil bentuk latihan-latihan bersama dan dalam pertukaran intelijen maupun pendidikan militer.

Dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab mengapa hingga saat ini belum terdapat perkembangan yang signifikan terjadinya kerjasama dalam bidang poltik, pertahanan dan keamanan dalam rangka ASEAN adalah karena adanya perbedaan-perbedaan yang penting dalam pandangan politik antara negara-negara anggota ASEAN yang mempengaruhi pandangan masing-masing dalam masalah pertahanan dan keamanan. Misalnya Indonesia yang sejak semula menganut prinsip poltik luar negeri bebas aktif dan non blok, oleh karena itu Indonesia tidak terikat dalam ikatan-ikatan militer dengan negara lain. Sebaliknya negara anggota ASEAN lainnya telah mengikatkan diri dalam sesuatu ikatan militer atau pakta militer yang didukung oleh negara besar atau mempunyai basis-basis militer asing di negara besar.

Dengan kata lain anggota ASEAN selama ini mempunyai persepsi yang berbeda-beda tentang ancaman terhadap keamanan masing-masing atau terhadap keamanan wilayah Asia Tenggara ini secara keseluruhan. Akan tetapi sebaliknya perlu dikemukakan bahwa meskipun perbedaan-perbedaan seperti itu ditambah dengan perbedaan-perbedaan dalam sistem politik yang ada, semua anggota ASEAN adalah negara-negara non komunis. Atas dasar ini sebenarnya suatu kerjasama dalam bidang politik, keamanan dan pertahanan dalam rangka ASEAN dapat dikembangkan. Masalahnya adalah apakah semua anggota negara-negara anggota ASEAN itu mempunyai persepsi yang sama tentang ancaman terhadap keamanan mereka baik masing-masing maupun secara keseluruhan di wilayah Asia Tenggara ini.

Atas dasar asumsi diatas, negara-negara anggota ASEAN mulai mencari solusi untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan baru khususnya di bidang pertahanan dan keamanan. Seiring berjalannya waktu, akhirnya negara-negara anggota ASEAN bekerja sama dalam bidang keamanan yang diimplementasikan dengan didirikannya ARF ( ASEAN REGIONAL FORUM ) sebagai suatu wadah untuk menyelesaikan isu-isu keamanan di kawasan. Dalam makalah ini, saya akan membahas mengenai masalah pertahanan dan 0020v bkeamanan karena masalah ini merupakan masalah yang sedang berkembang pada masa kini. Bisa kita mengambil contoh yaitu permasalahan yang berhubungan terorisme dimana di kawasan Asia Tenggara terorisme merupakan salah satu ancaman yang cukup serius bukan hanya untuk wilayah di Asia Tenggara saja namun untuk seluruh negara di dunia, bahkan sempat wilayah di asia tenggara diisukan menjadi salah satu base utama dalam jaringan terorisme internasional. Akibat dari permasalahan tersebut, ASEAN membentuk ARF sebagai salah satu solusi keamanan dan pertahanan di wilayah Asia Tenggara. Untuk lebih spesifiknya, saya akan membahas mengenai ARF di bab pembahasan.

PEMBAHASAN

Seperti yang telah dijelaskan diatas, penulis akan membahas mengenai isu keamanan dan pertahanan di Asia Tenggara. Isu yang akan saya bahas dimakalah ini adalah isu tentang terorisme dan upaya ASEAN dalam menyelesaikan tersebut adalah dengan didirikannya ARF, namun sebelum saya menjelaskan lebih jauh tentang ARF ini saya akan membahas sedikit tentang sejarah terorisme di wilayah Asia Tenggara dan sejarah mulai didirikannya ARF itu sendiri.

Terorisme merupakan isu yang sedang berkembang di Asia Tenggara, hal ini dapat dilihat dari sering terjadinya kasus-kasus seperti bom bunuh diri, pemberontakan dan tempat berkumpulnya teroris. Namun sebelum terjadinya isu terorisme, awal mula permasalah diwilayah Asia Tenggara adalah kejahatan lintas negara seperti pembajakan dan perdagangan senjata yang kemudian dimanfaatkan oleh para teroris tersebut untuk kepentingan kelompoknya. Setelah mulai seringnya terjadi masalah teroris di wilayah tersebut yang pada awalnya hanya mengancam suatu negara menjadi ancaman terhadap kawasan yang pada akhirnya menjadi isu internasional. Dunia internasional, mulai memberikan desakan terhadap ASEAN untuk menyelesaikan masalah tersebut, begitu pul dengan negara-negara di kawasan yang mulai merasakan dampak dari terorisme itu sendiri.

ASEAN Regional Forum ( ARF ) merupakan suatu forum yang dibentuk oleh ASEAN pada tahun 1994 sebagai suatu wahana bagi dialog dan konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan politik dan keamanan dikawasan Asia Tenggara serta untuk membahas dan menyamakan pandangan antara negara-negara peserta ARF untuk memperkecil ancaman terhadap stabilitas dan keamanan kawasan. Dalam kaitan tersebut ASEAN merupakan penggerak utama dalam ARF. ARF merupakan satu-satunya forum dilevel pemerintahan yang dihadiri oleh seluruh negara-negara kuat dikawasan Asia Pasifik dan kawasan lain seperti Amerika Serikat, Republik Cina, Jepang, Rusia dan Uni Eropa. ARF menyepakati bahwa konsep keamanan ( Comprehensive Security ) tidak hanya mencakup aspek-aspek militer dan isu keamanan tradisional. Namun juga terkait dengan aspek politik, ekonomi, sosial dan isu lainnya seperti isu keamanan non Tradisonal.

Sampai pada saat ini peserta ARF berjumlah 25 negara yang terdiri atas seluruh negara anggota ASEAN ( Indoneisa, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Vietnam, Myanmar, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina ), 10 negara mitra bicara ASEAN ( Amerika Serikat, Kanada, Cina, India, Jepang, Korea Selatan, Rusia, Selandia Baru dan Uni Eropa ) serta negara di kawasan seperti Papua Nugini, Mongolia, Korea Utara, Pakistan dan Timor Leste sementara Bangladesh direncanakan mejadi peserta pada pertemuan 13 ARF yang diselenggarakan di Kuala Lumpur pada bulan juli tahun 2006.

Sedangkan ARF memiliki tujuan yaitu mewujudkan tujuan ASEAN dalam menciptakan dan mejaga serta keharmonisan kawasan yang terdiri atas mengembangkan dialog dan konsultasi konstruktif mengenai isu-isu politik dan keamanan yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama dan memberikan kontribusi positif dalam berbagai upaya untuk mewujudkan Confidence Building dan Preventive Diplomacy dikawasan Asia Pasifik. Meskipun ARF masih relatif baru, namun dia telah menjadi kontributor yang berharga bagi pemeliharaan harmoni dan stabilitas di kawasan Asia Pasifik. Kinerja ARF dilengkapi oleh aktifitas Second Track yang dilakukan oleh etnis non pemerintah dalam lingkup ARF. Partisipasi dan kerjasama yang aktif, penuh serta seimbang merupakan syarat mutlak bagi semua partisipan ARF dengan ASEAN merupakan penggerak utama bagi ARF.

Pendekatan yang dianut oleh ARF bersifat evolusioner dan berlangsung dalam tiga tahap besar yaitu Confidence Building, Preventive Diplomacy dan Conflict Resolution. Keputusan ARF harus diambil melalui suatu konsensus setelah melalui konsultasi yang mendalam antar peserta ARF. Untuk memastikan stabilitas yang lebih luas dan lebih terdata di kawasan para peserta ARF secara ekstensif membicarakan bukan hanya isu-isu kawasan namun juga isu internasional yang memiliki kepentingan bagi kawasan. ARF juga membahasa mengenai berbagai isu non tradisional termasuk terorisme, dan kejahatan lintas negara lainnya sepert perdagangan ilegal obat-obat terlarang dan narkotika, pedagangan ilegal manusia, penyelundupan.

Salah satu contoh kasus yang akan saya bahas disini adalah transisi dari permasalahan Terorisme ke permasalahan kejahatan lintas negara yaitu pembajakan di selat malaka yang diduga para pembajak merupakan salah satu faktor dalam pengumpulan dana untuk operasi jaringan terorisme. ARF memiliki agenda untuk menyelesaikan masalah pembajakan kapal laut atau disebut South East Maritime Terorism. Berbagai macam upaya telah dilakukan baik dari pemerintah negara pantai ( Indoneisa, Malaysia, Singapura ) atau dari organisasi dan dunia internasional. Pada akhirnya ARF yang merupakan wadah untuk menyelesaikan permasalah ini mencapai suatu keputusan bersama yaitu kerjasama dari negara pantai tersebut. Implementasi yang dilakukan adalah kerjasama dibidang militer khususnya angkatan laut dari ketiga negara tersebut untuk berpatroli dan sama-sama menjaga kawasan tersebut dari serangan para pembajak . Dengan adanya kerjasama ketiga negara tersebut membuktikan bahwa ASEAN dengan ARFnya dapat membentuk suatu kerjasama yang bukan terfokus dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya saja tetapi juga bekerja sama dalam bidang pertahanan dan keamanan kawasan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam konteks yang telah dibahas di bab sebelumnya, dapat dilihat bahwa yang menjadi isu utama adalah keamanan Non-tradisional dan peran aktor non negara dimana pokok permasalahan bertambat pada aktifitas organisasi internasional, kejahatan lintas negara, dan terorisme. Teori atau konsep yang dapat digunakan sebagai pisau analisa adalah “The Copenhagen School” yang diprakarsai oleh Barry Buzan, Ole Weaver dan Jaap de Wilde dimana mereka mencoba memasukkan aspek-aspek diluar hirauan tradisional kajian keamanan.

Kemudian dapat juga dimasukkan teori Human Security dimana didalamnya mencakup 7 dimensi keamanan yaitu keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan kesehatan, keamanan lingkungan, keamanan individu, keamanan komunitas dan keamanan politik.Dengan adanya permasalahan yang semakin marak belakangan ini seperti aksi-aksi terorisme, bencana alam dan kejahatan lintas negara membuat kawasan di Asia tenggara secara khusus dan dunia internasional secara umum lebih memperhatikan keamanan manusia dan pada akhirnya menciptakan aktor baru diluar negara atau non-state actor yang berperan dalam bidang-bidang keamanan tradisional. Sebelum aktor internasional dapat duduk bersama untuk mencari solusi dari berbagai isu keamanan non tradisional dibutuhkan berbagai konsensus baru diantara mereka tentang berbagai macam agenda keamanan baru yang sering menjadi batu sandungan dalam berbagai interaksi bilateral, regional ataupun global. Hal ini didasari pada argumentasi bahwa keamanan regional ataupun global tidak hanya meliputi aspek militer ataupun negara tetapi juga menciptakan aktor non negara yang berperan dalam hal ini. Sebagai contoh adalah yang telah dibahas diatas bahwa ASEAN sebagai sebuah badan non negara yang memberikan kontribusi untuk memberikan solusi dan sekuritisasi dalam konteks permasalahan ini lewat badan yang memang khusus menangani isu keamanan yaitu ARF dengan melakukan diskusi melalui forum yang diadakan dan menghasikan agenda-agenda untuk menyelesaikan permasalahan ini seperti South East Asia Maritime terorism.

Sedangkan paradigma yang akan digunakan dalam makalah ini adalah paradigma neo-realisme dimana konsep keamanan yang diusung oleh neo-realisme bahwa selain negara, terdapat aktor non negara yang memperngaruhi aspek ini. Dalam permasalahan ini adalah aktor non-negara seperti kelompok teroris mulai beroperasi dan berinteraksi secara interdependen melampaui batas-batas tradisional negara. Namun untuk mencapai solusi atas konflik yang terjadi, Neo-realisme beranggapan bahwa masih ada kemungkinan untuk mengupayakan kerjasama internasional guna mencapai kepentingan keamanan nasional seperti yang telah dipaparkan diatas bagaimana negara-negara yang merupakan anggota dari ASEAN dan ARF melakukan kerjasama dalam bidang pertahanan dan keamanan guna mencapai kepentingan keamanan internasiona. Kerjasama dalam hal ini merujuk pada koordinasi kebijakan dari berbagai negara untuk mencapai stabilitas dan perdamaian internasional.

Kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan yang rentan terjadi konflik-konflik baik internal atupun eksternal, salah satu faktornya adalah dikarenakan banyaknya negara-negara yang baru terbentuk di Asia Tenggara pasca perang dingin sehingga menimbulkan banyak resistensi dari kelompok-kelompok kepentingan sehingga memicu faktor terjadinya terorisme. Untuk menyelesaikan konflik dibutuhkan satu instrumen dalam melakukan kebijakan luar negeri oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan instrumen yang paling tepat digunakan adalah Preventive Diplomacy seperti yang menjadi strategi ARF untuk menyelesaikan kasus terorisme yang terjadi di kawasan. Preventive Diplomacy itu sendiri adalah aksi diplomatik bersama dengan tujuan untuk mencegah konflik yang parah yang terjadi antar negara dan merupakan ancaman serius bagi keamanan dan stabilitas regional. Adapun metode diplomasi yang dapat dilakukan adalah diantaranya diplomasi diam-diam, persuasi, negosiasi, konsiliasi dan mediasi tanpa menyingkirkan prinsip kesamaan kedaulatan, kemerdekaan politik negara, integritas wilayah dan yang terpenting tetap berada dalam koridor non-intervensi.

KESIMPULAN

ASEAN dalam menghadapi globalisasi memang memiliki tanggung jawab dan beban yang cukup besar, hal ini dapat dilihat dari bagaimana kerjasama-kerjasama bilateral maupun regional yang diprakarsai oleh ASEAN mendapatkan kritik dari beberapa pihak, tetapi kinerja yang dihasilkan oleh ASEAN dapat dikatakan cukup membuktikan bahwa ASEAN konsisten terhadap visi dan misinya. Hal ini terimplementasikan dari badan-badan yang bernaung dibawah ASEAN yang membahas mengenai isu yang lebih spesifik seperti ARF yang telah kita bahas diatas. ARF sebagai forum yang membahas masalah keamanan memiliki hambatan yang cukup besar sebelum dapat memperoleh tujuan dasar pembentukannya, ini dikarenakan ARF hanyalah berupa forum yang tidak mempunyai badan insitusi secara nyata walaupun ARF memang memiliki struktur dan sistem sebagai suatu badan organisasi internasional yang bernaung di bawah ASEAN.

Banyak kritik yang mengatakan bahwa forum yang dibuat ARF untuk membahas isu-isu keamanan hanyalah sebatas retorika dan tidak ada bentuk nyata dari hasil yang dicapai oleh forum. Kembali dengan prinsip dasar ASEAN yaitu non intervensi membuat ARF maupun ASEAN sulit bergerak untuk mengimplementasikan tujuan-tujuannya. Hal inilah yang menjadi dasar permasalahan dalam kritik-krtik terhadap kinerja ASEAN yang selama ini dinilai kurang maksimal. Terjadi dilema dimana apabila ASEAN merevisi prinsip non intervensi maka hal ini akan bermasalah dengan kedaulatan suatu negara. Banyak yang beranggapan bahwa intervensi dari pihak asing dalam bentuk apapun sudah merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan karena negara memiliki hak untuk menentukan sendiri nasib bangsanya.

Walaupun demikian, ARF sebagai forum yang membahas mengenai isu keamanan memiliki peran instumental bagi penciptaan dan pengembangan transparansi, peningkatan kepercayaan dan pengertian sehingga dapat menghindarkan atau mengurangi rasa curiga dan salah pengertian antar negara anggota. Hal ini akan semakin meningkatkan perdamaian, keamanan dan stabilitas nasional maupun regional. Penguatan perdamaian dan keamanan kawasan akan memberikan lingkungan yang kondusif yang esensial bagi suksesnya pembangunan nasional di masing-masing negara peserta.. Hal ini pada akhirnya akan mendorong peningkatan kualitas masyarakat di kawasan khususnya Asia Tenggara.

Sedangkan secara lebih spesifik dapat dikatakan Indonesia mendapatkan beberapa keuntungan dari bergabungnya Indonesida dengan ARF, yaitu meliputi indonesia dapat mengembangkan profil internasionalnya melalu peran dan kepemimpinannya dalam ASEAN sebagai penggerak utam ARF, indonesia dapat menetapkan agenda dialog dan konsultasi ARF dengan pandangan untuk menjaga dan mengembangkan kepentingan nasionalnya di berbagai isu penting politik dan keamana, indonesiapun dapat mengarahkan diskusi untuk mejaga kepentinganya melaluli antara lain mencegah pembahasan isu-isu sensitif bagi kepentingan nasional, kemudian Indonesia dapat menggalang dukungan dari para peserta ARF bagi keutuhan dan kedaulatan teritorialnya, mendorong komitmen kawasan untuk mengembangkan kerjasama di berbagai isu yang menjadi perhatian besama sepert melawan teorisme dan kejahatan lintas negara lainnya dan yang terkahir Indonesia dapat memajukan budaya, toleransi dan dialog antara negara di kawasan Asia Pasifik.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hermawan, P. Yulius (2007). Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta : Graha Ilmu

Hadi, Shaummil (2008). Third Debate Dan Kritik Positivisme Hubungan Internasional. Yogyakarta dan Bandung : Jalasutra

Moertopo, Ali. Studi Wilayah. Jakarta : Badan Koordinasi Intelijen Negara

Internet

www.eastwestcenter.org/fileadmin/stored/pdfs/api045.pdf diakses pada tanggal 27 mei 2009 pukul 20.45 wib

http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Politik%20Luar%20Negeri/3)%20Keanggotaan%20Indonesia%20dalam%20Organisasi%20Internasional/1)%20ASEAN/Peranan%20Indonesia%20di%20ASEAN/ARF%20Indonesia.pdf diakses pada tanggal 27 mei 2009 pukul 21.00 wib

http://www.arf.or.id/id/download/report_cochair_meeting/%5BReport%5DCo-chair_Meeting%5B0107%5D.pdf diakses pada tanggal 28 mei 2009 pukul 7.30 wib

Jurnal

Journal South East Asian History. Special issue : Party System Of South East Asia Vol 8 no. 1 1967